"Bocah Warnet", Kecanduan Game, Dan Bagaimana Kita Harus Menyikapinya

Sebelum jadi jurnalis, gw pernah sempat jadi operator warnet (alias OP) sekitar 3 tahun yang lalu. Selama beberapa bulan itu gw dapet sejumlah pengalaman menarik, serta segelintir wawasan baru yang ga bakal bisa didapetin dimanapun kecuali buat para OP warnet.

Buat yang biasa atau sering main di warnet, pasti ngerti dong ya dengan sebutan "bocah warnet". Definisi lengkapnya: anak-anak muda berusia 7 - 13 tahun yang biasanya datang berkelompok untuk main game online di warnet, tiap pagi dan siang hari. Para bocah kemarin sore ini akan memenuhi warnet selama beberapa jam, tidak jarang membuat kegaduhan dan yang mengkhawatirkan, cenderung untuk merusak properti warnet seperti mouse dan keyboard.



Gw engga tau dan sebenarnya engga mau tau kenapa mereka lebih sering datang saat pagi dan siang hari, baik di hari kerja maupun weekend. Mungkin mereka sekolah di kelas siang, bolos sekolah atau ngga sekolah sama sekali. Tapi menurut pengamatan gw, bocah-bocah ini lebih cenderung ke warnet di jam sekolah - bukan saat jam pulang sekolah.

Seperti yang gw sudah tuliskan di atas, mereka cenderung datang berkelompok dan punya kelompok bermainnya masing-masing. Nah yang lucunya ini, kadang mereka cuma beli billing untuk satu atau dua PC saja, dan sisanya menonton (atau tukeran). Biasanya mereka cuma main 1 atau 2 jam, dan game yang mereka mainkan hampir semuanya seragam - 'PB' dan 'LS'. Jarang gw liat ada bocah dengan definisi 'bocah warnet' di atas yang main game selain 2 game tersebut - palingan sejumlah game-game MMORPG.

Oke.. Sekarang gw tanya sama yang biasa main di warnet - apakah kehadiran mereka cenderung mengganggu kalian yang sedang ngegame?

Pasti ada yang bilang "Iyaa betul! Mereka berisik, ga tau malu, kadang suka mondar-mandir gak jelas di belakang gw, bikin gw risih". Tapi juga ada yang bilang "Bodo amat, selama gak ngeganggu gw main, terserah mereka aja".

Ya.. Gw pun sebenernya gak terlalu peduli sama kehadiran mereka (ya dong, selama mereka ga ngutang billing, warnet gw masih dapet pemasukan). Selama engga terlalu bikin rusuh sampe ada mouse atau keyboard rusak, gak bakal gw tolak mereka buat masuk warnet gw.

Tapi sadarkah teman-teman semua, kalau bocah-bocah warnet ini adalah salah satu penyebab industri game online di Indonesia sangat sulit mendapat apresiasi positif dari masyarakat umum? Pernahkah kalian dengar berita kalau warnet-warnet di Tangerang terancam ditutup oleh Pemda akibat dianggap merusak kalangan pelajar, beberapa tahun yang lalu? Terus yang sampe bikin heboh, acara di RCTI itu.

Alasannya memang logis - bikin lupa waktu, merusak moral, menyebabkan kecanduan.

Yang agak lucu adalah ketika kita harus mencari siapa yang salah. Bocah-bocahkah ini yang salah karena melupakan pendidikan demi game online (karena konon menurut studi ilmiah, usia 7 sampai 17 tahun merupakan masa-masa terbaik bagi manusia untuk menyerap ilmu pengetahuan), apakah karena orangtua mereka tidak melarang, menjaga atau memberi pengarahan, ataukah karena warnetnya yang membiarkan mereka dapat main di warnet tanpa batas waktu tertentu?



Sebelum gw lanjut, gw punya satu cerita unik.

Dulu pas gw masih jadi OP, gw pernah makan di sebuah warung tenda deket warnet gw (pas gw lagi off). Lalu datanglah 2 orang bocah yang mengemis-ngemis minta uang ke semua pengunjung warung tersebut termasuk gw. Nah ketika gw lihat muka mereka, kok gw pikir gw pernah ngeliat mereka berdua di warnet gw. Tapi ya engga gw kasih duit juga sih mereka (soalnya gw emang udah ga mau ngasih duit ke pengemis lagi, kecuali pengamen yang emang keliatan niatnya - bukan cuman tepuk tangan sambil nyanyi doang.)

Dan ternyata bener besok siangnya kedua bocah itu datang beli billing, disaat gw lagi jaga. Jadi gw bisa menarik kesimpulan - bocah-bocah warnet ini bisa melakukan apa saja agar bisa lanjut ngegame di warnet, termasuk mengemis.



Back to topic.. yah, inilah fenomena yang cukup dilematis dalam industri game online Indonesia. Di satu sisi, karena populasi bocah-bocah warnet ini cukup banyak sekali, bisnis game online bisa tetap berlanjut sampai saat ini. Namun efek negatifnya adalah membuat generasi anak-anak muda ini tidak berkembang dengan baik - jika tidak dikendalikan.

Jadi kudu piye tuips? Mesti dilarangkah bocah-bocah ini main di warnet? Ataukah harus dibuat peraturan pemerintah yang membatasi jam main mereka? Atau dilarang sama sekali, sebelum menginjak usia tertentu?

Tapi menurut gw salah kalau pendekatannya itu 'dilarang'. Anak muda, terutama yang baru puber, semakin dilarang semakin membangkang. Contoh simpel - "Jangan nonton bokep ya nak.." eh jadi penasaran kok dilarang, terus cari cara buat memuaskan rasa penasaran itu. Akhirnya tetep nonton bokep juga deh. Hahahah.. Yang lebih bagus adalah diberikan wawasan, pengertian dan pemahaman tentang game online.

Tapi kalau gw berpikir dari sudut pandang bocah-bocah ini sendiri, ada dua alasan yang membuat bocah-bocah ini lebih memilih untuk main game online.

Pertama, karena lebih seru dari sekolah. Woiya dong, sekolah (di Indonesia) itu membosankan. Dikasih tugas banyak, pas di kelas ngantuk karena gurunya cuma ngejelasin hal-hal yang udah ditulis di buku pelajaran. Coba kalo sekolah itu tidak membosankan, lebih banyak aktifitas menarik seperti eksperimen atau metode pembelajaran yang lebih interaktif.

Kedua, karena ngga ada aktifitas non-akademis yang lebih seru dari game online. Jaman gw dulu pulang sekolah biasanya main tamiya, layangan, bulutangkis atau bola di lapangan komplek tiap sore. Semenjak era booming game online di awal tahun 2000an, anak-anak muda mulai beralih ke warnet. Mainan-mainan lain seperti arcade (Timezone atau sejenisnya) dan konsol mulai ditinggalkan karena akses game online yang lebih mudah dan murah. ("Free to play!")

Daytona USA - kalo sekarang sih digantiin sama Maximum Tune kali ya

Gw ngga pernah bilang game online itu gak bagus buat anak-anak.. Justru game online itu bagus karena lebih interaktif dan global dibanding video game generasi sebelumnya. Dulu kalo gw main PS di rental, temen gw ya yang biasa main di rental itu juga. Sekarang di era game online, gw bisa kenal semua orang, dan semua orang bisa kenal gw. (ya keleus..)

Masalahnya adalah karena di game online semuanya berbaur - mulai dari bocah warnet, pemuda gemar mabuk sampai om-om yang cuma main poker dan bola tangkas di warnet - inilah sebenarnya yang membuat mindset bocah-bocah ini bergeser dari yang semestinya. Gak jarang kan kita-kita yang lebih tua ini berperilaku kasar di dalam game baik dengan kata-kata maupun tindakan. Dan bocah-bocah yang belum mengerti ini bakal ikutan juga seperti kita, dan akibatnya terbawa ke dunia nyata.

Berperilaku agresif, impulsif dan eksplosif - serta menjadi adiktif.



Korea Selatan, surganya para gamer, juga telah mengkategorikan game dalam '4 hal yang membuat kecanduan', selain alkohol, judi dan narkoba (bedanya kalo disini Rhoma Irama belom bikin lagu tentang game online, heheheh). Selain Korea, beberapa negara lain seperti Amerika Serikat dan Cina juga telah membuat program rehabilitasi untuk para pecandu game online.

Ingat, ini bukan melarang secara total, karena sebenarnya ketiga negara yang gw sebut di atas juga memiliki developer-developer game kelas atas yang sudah diakui kualitasnya - dan hampir semua game online di Indonesia dibuat oleh developer Korea & Cina. Industri game online disana juga sangat-sangat digenjot bahkan oleh pemerintahnya sendiri.



Haruskah ada semacam tempat treatment seperti itu di Indonesia? Perlu, karena disini kita sudah terlalu jauh tertinggal - dan bisa lebih ketinggalan lagi kalau tidak ada upaya lebih lanjut.

Yang ada di bayangan gw untuk panti rehabilitasi semacam ini adalah agar para gamer 'yang tersesat' (termasuk bocah-bocah warnet ini) bisa mengembangkan potensi mereka tanpa membatasi hobi gamingnya. Karena bukan tidak mungkin bocah-bocah ini bisa jadi game developer yang melahirkan game-game berkualitas, atau jadi atlit e-sports yang berprestasi di event internasional. Atau jadi jurnalis game.. Sapa tau?

Dan satu yang perlu diperhatikan lagi, adalah pengkategorian game online yang tidak mendapatkan kontrol dan pengawasan. Kenapa bocah-bocah warnet ini cenderung bermain game yang seharusnya belum pantas untuk mereka.. Apakah karena gamenya ramai? Apakah karena teman-temannya juga main game yang sama? Apakah karena tidak banyak pilihan game lain yang lebih cocok untuk usia mereka?

Disini semestinya perlu ada filter tambahan untuk game-game dengan konten yang dikategorikan pada batasan umur tertentu. Yah.. agak susah sih kalo soal ini, tapi setidaknya bisa lah pake KTP atau sejenisnya.



Lalu yang terakhir, entah gimana caranya tapi gw yakin bisa adalah memperkenalkan bocah-bocah ini ke game-game lain yang sebenarnya lebih seru dan lebih cocok untuk mereka. Gw sendiri juga heran sih kenapa sekarang jarang sekali ada game-game simulasi bertema 'tycoon' - karena sesungguhnya game-game tycoon adalah game yang lebih banyak memberikan efek positif!! (catet kata-kata gw ini.)

Selain bikin roller coaster, gw juga paling suka bikin track go-kart.

Railroad Tycoon, Rollercoaster Tycoon, Transport Tycoon, Theme Hospital.. banyak banget contohnya. Kalo misalkan gw punya anak (setelah punya istrinya dulu tentu saja), bakal gw jejelin game-game bertipe ini pas dia masih bocah. Gw bakal ajarin gimana mainnya, dan gw jamin dia bakal lebih kreatif karena dia bakal dikasih sebuah ruang kosong yang bisa diisi sesuka hati dia - sambil mengasah kemampuan problem solving yang menjadi tantangan di game-game tersebut.

Teman-teman mungkin punya contoh sendiri buat game-game dengan dampak positif. Pokemon oke. Final Fantasy oke. Atau yang lainnya. Silakan sebarkan dan racuni game-game tersebut ke teman-teman kalian.



Mungkin cukup disini aja tulisan serta curhat gw. Gw masih percaya kalo bocah-bocah warnet masih lebih baik dibanding bocah-bocah tukang tawuran (kecuali ada yang 'berprofesi' sebagai keduanya), karena mereka dasarnya memang senang bermain game dan hanya perlu dibukakan pintu wawasan gaming-nya supaya lebih luas.

Dan sepertinya inilah tugas kita sebagai yang tua-tua.

9 comments:

  1. Anonymous20/2/14 09:06

    Saya jg mau berbagi pengalaman saya sedikit, saat ini saya masih menjadi OP warnet
    Kejadiannya bulan januari kemarin, kebetulan warnet sedang sepi, ada 2 bocah datang, entah berstatus SD / SMP, saat mereka sedang bermain PB, saya tak sengaja mendengar pembicaraan mereka (Warnetnya cukup kecil sehingga pembicaraan jelas terdengar), bocah A mengatakan ke temannya itu untuk tidak datang ke rumah nya, sebab ia sudah TIDAK SEKOLAH 3 HARI karena bermain di warnet dan ayah nya menunggu untuk memarahinya, saya habis pikir mengenai bocah tersebut, rela meninggalkan sekolah hanya untuk bermain game, entah apa yg dipikirkannya hingga ia melakukan hal tersebut

    ReplyDelete
    Replies
    1. Thanks for sharing,

      Memang nyatanya benar kalau game online digunakan sebagai 'pelarian' untuk anak-anak sekolah disini.
      Tapi seperti yang saya utarakan di atas, ini kemungkinan besar karena metode pendidikan di Indonesia yang ortodoks, cenderung membosankan dan membuat anak-anak ini stres. Sehingga mereka udah gak mau tau dan ga mau belajar di sekolah lagi.

      Padahal sebenarnya pelajaran-pelajaran di sekolah bisa dibuat menarik. Contohnya seperti Pak Yohanes Surya dengan program "Fisika Itu Asyik"nya (http://www.fisikaasyik.com/)
      Atau bahkan mengkombinasikan pendidikan dengan game seperti yang dicoba digagas oleh Valve (http://www.teachwithportals.com/).

      Delete
  2. Sebetulnya kalo anak2 kek mereka ada yg ngebimbing, bukan tdk mungkin untk bisa jadi atlit gaming profesional. Pernah suatu ketika gue main game (dotA) pas masih SMA, diajarin ama seseorang. setelah gue cari orang itu ternyata masih kelas 1 SMP. selang beberapa tahun Skill dia yang mendewa itu ketutup ama perilaku ngeBacotnya. Jadi skill mumpuni tp mental gak mumpuni. ancur deh.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Hi,

      Perilaku 'bacot' ini lebih cenderung dikarenakan tendensi anak-anak muda untuk 'ikut-ikutan', dimana lingkungan gamer memang sudah terlanjur diisi oleh perilaku yang kurang baik - sementara anak-anak yang masih terlalu muda belum bisa menyaring informasi yang mereka terima.

      Di satu sisi kita yang sudah remaja & dewasa memang terbiasa dalam lingkungan seperti ini, dan sudah bisa memilah mana yang baik dan mana yang bukan. Sayangnya karena di dunia game kita membaur dengan yang bocah-bocah ini, mereka jadi ikutan kayak kita.. mungkin karena mereka pikir 'that's the way it should be'.

      Kalo tentang solusinya, wah.. bener bener mesti dari jauh, dan butuh partisipasi dari yang bukan gamer juga, lalu pastinya bakal memakan waktu yang tidak sebentar. Tapi kita sebagai gamer juga bisa memulai dengan menunjukkan sisi positif dari gaming tentunya.
      Di Indonesia sudah mulai banyak muncul developer game yang membuat game-game menarik untuk usia muda, semoga ini bisa berkembang lebih lanjut.

      Delete
  3. Anonymous20/2/14 15:08

    Very good point, indeed Pratama. This is a sad thing to discover from Indonesian. If our future generations are not willing to study, how come we can develop our country? I had once a gamer before, but after quite sometime, discovering i had my life in the wrong track, i have tried to balance my study and my life-games.

    And to be honest, it's not as easy as i can say it.

    I am thinking different ways (because we can't really depends on our governments), i am thinking that we have to start it by ourselves. I mean no disrespect, but we can actually start it from the Warnet, itself. In the country where i live in now, the Warnet won't allow entrance of school kid before the school's end. We have to shows our ID card to let them know we aren't a kid to be given entry to the Warnet during the time.

    I am sorry writing my opinion in english, since internet have a global access and having no limitation of languages now (we are in 21st century, for sure!). Thank you for ur post, and letting the world know what actually happened in the world of games online :) Two thumbs up!

    ReplyDelete
    Replies
    1. Hi, and thanks for appreciating.

      My story was actually no different than yours - and perhaps I'm just lucky I was introduced to a broader range of game genres, and as well aware that there are benefits of gaming if we treat it like a usual hobby and not a habit.

      Games are like movies. They both are entertainment, potentially addictive, but games are interactive - making we feel that we are in control of the story course.
      And I think this is the start of the problem - kids and young adults tend to blend in and keep interacting with the game, making them seem to forget other good things such as education.

      The system in your country as you have mentioned is good. But how if it's implemented here? Is it guaranteed to make non-ID holders restrained, where there are many ways to cheat and break through the law without proper punishment?

      And if they are actually restrained, will they be ensured to go back to school and study well?

      It will take a very long time to think, but I'm sure eventually we will have the solution as long as we keep in concern of our younger gamers' future.

      Delete
  4. artikelmu bagus sekali mas bro, walaupun begitu, bocah warnet punya 3 tipe menurut yg aku kelompokkan secara Pribadi
    1 Tipe Cheater
    ini adalah bocah warnet yg suka ngecheat dalam bermain game, aku paling tidak suka ketemu bocah kayak gitu
    2 tipe Sombong adu 1vs1
    merupakan hal bodoh lagi ketika aku bertemu dengan bocah warnet ini
    3 Tipe Bocah kata kotor
    merupakan etika yg sangat tidak disukai oleh gamer Profesional, mereka biasanya akan mengkick dari party karena berkata2 kotor, dan aku juga sering melakukan hal itu

    memang mereka bisa berbeda dengan bocah2 yg tawuran, tapi mereka tidak ada bedanya kalau bocah2 warnet itu termasuk dalam tipe2 yg aku kategorikan seperti diatas, sehingga aku membuat tipe yg lain untuk Bocah Warnet yg benar

    1 Bocah game fair
    aku suka dengan player bocah ini, karena mereka bermain dengan fair sehingga saat kalahpun mereka tidak kesal, justru senang karena telah bermain sampai selesai

    2 bocah warnet penasehat
    aku suka dengan bocah ini, kadang ada beberapa bocah yg mengajarku untuk bermain strategy dota 2 yg bagus, memang kadang mereka menyebalkan karena sering memberi nasehat2 yg tidak khas dengan permainan kita, tapi aku akui itu merupakan hal yg hebat, dan aku suka

    3 bocah warnet Pro
    bocah warnet pro, yak, ini adalah kategori paling elite yg biasa aku temui, aku bertemu dengan bocah ini aku senang, karena dia mematuhi peraturan gamer2 pro, tidak berkata kasar, tidak curang, tidak jelek, dll

    yak sekiranya itulah yg aku katakan, kwkwkw, walaupun begitu, aku bukan bocah warnet sih, cuman mahasiswa biasa yg suka bermain game di Steam :v

    ReplyDelete
  5. ANDA PASTI MENANG ...!!

    Sering kalah bermain poker dan domino di poker online lain ?
    coba dulu bermain di Agen Poker saranapelangi ini , kamu akan merasakan sensasi nya menjadi jutawan setiap hari nya.
    dengan jackpot ratusan juta rupiah, anda juga dapat menikmati 6 permainan sekaligus dalam 1 games. proses deposit dan withdrawl hanya 2 menit... jangan lupa juga bahwa anda bukan hanya bermain, tapi anda akan

    Untung dengan super bonus saranapelangi
    Bonus Referral hingga 20%
    Bonus Cashback Hingga 0.5%
    Tunggu apalagi ...? katanya jago main poker dan domino ... ?

    Ayoooo gabung di saranapelangi.com rasakan sensasi nya menjadi bandar poker dan domino.
    Untuk informasi lebih lanjut silahkan hubungi kami di www.saranapelangi.com atau melalui android kami.
    - BBM : 2B47BB9C
    - CALL : +855964972098
    - WEECHAT : saranapelangi
    - SKYPE : saranapelangi
    - EMAIL : saranapelangi99@yahoo.com
    - FACEBOOK : saranapelangi99@yahoo.com

    ReplyDelete

Powered by Blogger.