Hari ini lumayan melelahkan setelah Garena LGS minggu pertama. Demi production value dan suguhan yang lebih menghibur, kami tim LGS bekerja lebih keras dari sebelumnya. Walaupun saat eksekusi ada beberapa poin yang kurang, tapi kami akan belajar untuk meminimalkannya.
Shit happens - but it's normal.
Anyway di timeline Facebook gw baru-baru ini ada yang ramai, topiknya mengenai tim Esports wanita. Cukup menggelitik untuk dibahas, sehingga membuat gw kembali buka blog dan ngetik panjang lebar.
Di dalam industri yang didominasi lelaki, sosok wanita dalam Esports memiliki pro dan kontranya tersendiri. Tidak jarang kita menganggap kepandaian wanita dalam bermain game akan sulit menyamai laki-laki, sehingga hadirnya wanita seringkali dianggap sebagai pemanis saja. Tentu sebagai bentuk penolakan generalisasi anggapan tersebut, gw tidak menaruh 'semua' di depan kata 'wanita'.
Makin ramainya cewek-cewek yang nongol dan eksis sebagai gamer Esports sebenarnya sudah gw prediksikan sejak beberapa tahun yang lalu. (yeahehehe.) Tetapi itu bukan tanpa sebab, karena fenomena ini muncul berdasarkan hukum supply and demand - you want more girls in the scene, more girls come to the scene.
Satu argumen timbul menjawab trend yang sedang naik daun di scene lokal kita - "untuk apa kalian (para wanita) bikin tim tapi lebih banyak nge-femes (I would kindly suggest to rephrase it as 'brand exposure') daripada unjuk skill?"
Persepsi pribadi gw dari kalimat di atas adalah, "Kalau lu gak jago, ngapain sok eksis?" dan gw yakin gak cuma 1 orang saja yang punya pemikiran seperti ini.
Bahkan gw sendiri dulu juga pernah mikir, kalau gak jago emangnya bisa eksis ya?
Setelah gw pikir-pikir, gw pantau dan tinjau... ternyata memang bisa.
Kenapa ya?
Lagi-lagi gw bakal kasih kalimat jagoan gw yang juga sempat nongol di post gw sebelumnya..
Ketika lu punya mimpi majuin Esports tapi lo gak mikir gimana caranya ngebungkus gaming kompetitif menjadi sebuah sajian yang menghibur dan fun, disitulah titik dimana lo bakal berhenti dan lo mungkin bakal mikir entah kenapa 'esports' yang lu pikirkan itu cuma di situ-situ aja..
Ah, balik lagi ke soal wanita dalam esports.. Heh, mungkin gak perlu waktu lama buat buka tab browser baru, ketik 'women in esports', lalu tekan Enter - ada banyaaaaaaak banget artikel yang ngebahas sosok wanita dalam Esports.
Semua punya garis besar yang sama bahwa Esports memang didominasi pria, dan memang ada kesulitan bagi wanita untuk menyetarakan posisi mereka dengan laki-laki.
Ketika ada sosok wanita muncul dan memposisikan diri mereka sebagai gamer, maka mayoritas impresi pertama yang muncul adalah fitur fisik (wajah & tubuh) yang mereka miliki. Girl gamer, good-looking.. sudah naluri dasar lelaki bahwa mereka ingin menghabiskan waktu dengan lawan jenis yang punya hobi sejenis. Apalagi kalau memang jago, dan bisa menyamai kemampuan rata-rata lelaki..
Supply and demand, folks - dunia gaming (dan Esports) yang dikuasai lelaki, membuat demand untuk sosok female gamer selalu ada. Inilah mengapa semakin hari semakin banyak yang mulai 'mencoba eksis' - because we (males) asked for it.
Mereka datang bukan karena ingin bersaing dengan laki-laki - mereka datang justru karena ingin membaur dengan laki-laki. To have fun with us. Together. To get her (kode banget gw)
And then sexism happened: "elu kan gak jago, modal nampang doang, tapi kok lu lebih terkenal daripada yang sering juara? Kok likers fanpage lu lebih banyak? Kok sponsornya lebih banyak?" dsb...
Seolah menyatakan bahwa, "Hey, kalau mau eksis di sini, samain dulu dong kemampuan gamingnya sama kita"
Gw jadi pengen cerita.. Jadi udah pada tau kan kalau di LGS kita ada host baru?
Tadi sore, setelah ia muncul di livestream sebagai interviewer, dia penasaran pengen baca-baca komentar viewer di chat. Gw sih mikir dia pasti kesel setelah baca chat yang nongol.. dan gw yakin semua cewe pun kesel kalau dikomentarin macem-macem mulai dari bentuk muka, ukuran dada sampai fantasi seksual even though she is just doing her job. Tapi untungnya dia nyantai dan mungkin udah punya pengalaman yang gak enak juga jadinya gak terlalu baper.
But that's fucked up. I think that was Indonesian gamers in a nutshell. Bad rep. Makanya gw juga gak mau sepenuhnya dukung gamer dalam isu 'Gamer vs Pemerintah'.. masih banyak attitude gamer yang gak layak buat didukung.
Karena gw lulusan SMA jadi gw gak mau bahas seksisme lebih dalam, dan menurut gw pribadi seksisme bakal terus menjadi isu yang susah dilerai dan diselesaikan.. So I'll skip this part.
Saatnya bermain kuis... Tahukah kamuuu? Bahwa yang membuat mereka para wanita terkenal itu adalah kita sendiri para laki-laki..
Yang pada akhirnya membuat argumen "Kalau lu gak jago, ngapain sok eksis?" menjadi aneh, karena yang membuat mereka eksis in the first place sebenarnya adalah like kita di foto mereka, komen kita di status mereka, dan share post mereka di linimasa kita.
Sponsor butuh brand exposure, dan mereka deliver exposure itu lebih baik dibanding laki-laki. Di era sosial media, jumlah like, retweet, engagement dan virality menjadi indikator suksesnya branding sebuah produk. Maka tidak heran para wanita lebih sukses sebagai brand ambassador sebuah produk atau jasa, karena kita pun menyukainya. (pun intented) (insert thumb emoticon here)
Tidak sedikit tim Esports laki-laki yang enggak komit untuk bekerjasama dengan sponsor.. Udah dikasih pinjem equipment (malah ada yang dikasih gaji) tapi gak mau bantu promosiin produk mereka. Ada jersey dengan logo sponsor, malah gak dipake pas turni. Bantuin share post dari fanpage sponsor mereka pun kalau misalkan disuruh aja. Kadang juga males interaksi sama fans..
Sampai sini harusnya jelas kan?
Sudah mengerti kenapa gw selalu tekankan bahwa ini adalah industri entertainment? Karena pada akhirnya, tujuan dari permainan video game ini adalah untuk menghibur..
Kalau kamu enggak terhibur sama kehadiran sosok wanita di dunia Esports, ya pilihannya antara kamu usir mereka secara halus, atau kamu harus terima kenyataan bahwa inilah hidup.
Welcome to real life.
Untuk berharap kemampuan gamer wanita bisa setara dengan laki-laki.. rasanya bakal sama nasibnya kayak sepakbola. Entah karena faktor fisik atau gimana tapi butuh waktu dan komitmen yang lebih sulit bagi wanita buat punya skill setara dengan laki-laki. Belom lagi urusan real life yang lebih penting.
Sekarang gw tanya, lu demen gak sama cewe yang jarang mandi, doyan begadang tapi mainnya jago (karena rajin main sampai begadang)?
To be honest with you gw sebenernya juga pernah punya mantan yang onlinenya malem sampe pagi, yaa buat gw ga masalah si tapi ya udahlah ya udah putus juga lagian
Back to topic, jadi cowok gamer aja di sini udah susah setengah mampus.. Mesti komitmen buat latihan, belum harus ngorbanin antara real life / social life / sleep time / money demi tetap kompetitif. Terus lu mau mengharapkan cewek juga bisa kaya gitu?
Suka gak suka, terimalah kenyataan. Peran wanita di esports scene lokal udah lebih dari cukup. Mereka membawa imej positif tentang gaming yang sampai saat ini masih menjadi polemik di negeri ini. Secara gak langsung itu bakal mempengaruhi ekosistem esports kita untuk lebih baik dalam jangka panjang. Gak perlu dipertanyakan terlebih dahulu sih harusnya.
Harusnya tuh disyukuri. Syukur syukur ada yang nempel sama kamu terus bisa sampai nikah. Rejeki jangan ditolak..
Regards,