Wanita (dan seksisme) dalam esports

Hi everyone what's up?

Hari ini lumayan melelahkan setelah Garena LGS minggu pertama. Demi production value dan suguhan yang lebih menghibur, kami tim LGS bekerja lebih keras dari sebelumnya. Walaupun saat eksekusi ada beberapa poin yang kurang, tapi kami akan belajar untuk meminimalkannya.

Shit happens - but it's normal.

Anyway di timeline Facebook gw baru-baru ini ada yang ramai, topiknya mengenai tim Esports wanita. Cukup menggelitik untuk dibahas, sehingga membuat gw kembali buka blog dan ngetik panjang lebar.

Di dalam industri yang didominasi lelaki, sosok wanita dalam Esports memiliki pro dan kontranya tersendiri. Tidak jarang kita menganggap kepandaian wanita dalam bermain game akan sulit menyamai laki-laki, sehingga hadirnya wanita seringkali dianggap sebagai pemanis saja. Tentu sebagai bentuk penolakan generalisasi anggapan tersebut, gw tidak menaruh 'semua' di depan kata 'wanita'.


Makin ramainya cewek-cewek yang nongol dan eksis sebagai gamer Esports sebenarnya sudah gw prediksikan sejak beberapa tahun yang lalu. (yeahehehe.) Tetapi itu bukan tanpa sebab, karena fenomena ini muncul berdasarkan hukum supply and demand - you want more girls in the scene, more girls come to the scene.

Satu argumen timbul menjawab trend yang sedang naik daun di scene lokal kita - "untuk apa kalian (para wanita) bikin tim tapi lebih banyak nge-femes (I would kindly suggest to rephrase it as 'brand exposure') daripada unjuk skill?"

Persepsi pribadi gw dari kalimat di atas adalah, "Kalau lu gak jago, ngapain sok eksis?" dan gw yakin gak cuma 1 orang saja yang punya pemikiran seperti ini.
Bahkan gw sendiri dulu juga pernah mikir, kalau gak jago emangnya bisa eksis ya?

Setelah gw pikir-pikir, gw pantau dan tinjau... ternyata memang bisa.
Kenapa ya?


Lagi-lagi gw bakal kasih kalimat jagoan gw yang juga sempat nongol di post gw sebelumnya..

"Esports is not just a competition - it's an ENTERTAINMENT INDUSTRY."

Ketika lu punya mimpi majuin Esports tapi lo gak mikir gimana caranya ngebungkus gaming kompetitif menjadi sebuah sajian yang menghibur dan fun, disitulah titik dimana lo bakal berhenti dan lo mungkin bakal mikir entah kenapa 'esports' yang lu pikirkan itu cuma di situ-situ aja..

Ah, balik lagi ke soal wanita dalam esports.. Heh, mungkin gak perlu waktu lama buat buka tab browser baru, ketik 'women in esports', lalu tekan Enter - ada banyaaaaaaak banget artikel yang ngebahas sosok wanita dalam Esports.
Semua punya garis besar yang sama bahwa Esports memang didominasi pria, dan memang ada kesulitan bagi wanita untuk menyetarakan posisi mereka dengan laki-laki.

Ketika ada sosok wanita muncul dan memposisikan diri mereka sebagai gamer, maka mayoritas impresi pertama yang muncul adalah fitur fisik (wajah & tubuh) yang mereka miliki. Girl gamer, good-looking.. sudah naluri dasar lelaki bahwa mereka ingin menghabiskan waktu dengan lawan jenis yang punya hobi sejenis. Apalagi kalau memang jago, dan bisa menyamai kemampuan rata-rata lelaki..

Supply and demand, folks - dunia gaming (dan Esports) yang dikuasai lelaki, membuat demand untuk sosok female gamer selalu ada. Inilah mengapa semakin hari semakin banyak yang mulai 'mencoba eksis' - because we (males) asked for it.

Mereka datang bukan karena ingin bersaing dengan laki-laki - mereka datang justru karena ingin membaur dengan laki-laki. To have fun with us. Together. To get her (kode banget gw)

And then sexism happened: "elu kan gak jago, modal nampang doang, tapi kok lu lebih terkenal daripada yang sering juara? Kok likers fanpage lu lebih banyak? Kok sponsornya lebih banyak?" dsb...

Seolah menyatakan bahwa, "Hey, kalau mau eksis di sini, samain dulu dong kemampuan gamingnya sama kita"


Gw jadi pengen cerita.. Jadi udah pada tau kan kalau di LGS kita ada host baru?

Tadi sore, setelah ia muncul di livestream sebagai interviewer, dia penasaran pengen baca-baca komentar viewer di chat. Gw sih mikir dia pasti kesel setelah baca chat yang nongol.. dan gw yakin semua cewe pun kesel kalau dikomentarin macem-macem mulai dari bentuk muka, ukuran dada sampai fantasi seksual even though she is just doing her job. Tapi untungnya dia nyantai dan mungkin udah punya pengalaman yang gak enak juga jadinya gak terlalu baper.

But that's fucked up. I think that was Indonesian gamers in a nutshell. Bad rep. Makanya gw juga gak mau sepenuhnya dukung gamer dalam isu 'Gamer vs Pemerintah'.. masih banyak attitude gamer yang gak layak buat didukung.

Karena gw lulusan SMA jadi gw gak mau bahas seksisme lebih dalam, dan menurut gw pribadi seksisme bakal terus menjadi isu yang susah dilerai dan diselesaikan.. So I'll skip this part.


Saatnya bermain kuis... Tahukah kamuuu? Bahwa yang membuat mereka para wanita terkenal itu adalah kita sendiri para laki-laki..
Yang pada akhirnya membuat argumen "Kalau lu gak jago, ngapain sok eksis?" menjadi aneh, karena yang membuat mereka eksis in the first place sebenarnya adalah like kita di foto mereka, komen kita di status mereka, dan share post mereka di linimasa kita.

Sponsor butuh brand exposure, dan mereka deliver exposure itu lebih baik dibanding laki-laki. Di era sosial media, jumlah like, retweet, engagement dan virality menjadi indikator suksesnya branding sebuah produk. Maka tidak heran para wanita lebih sukses sebagai brand ambassador sebuah produk atau jasa, karena kita pun menyukainya. (pun intented) (insert thumb emoticon here)

Tidak sedikit tim Esports laki-laki yang enggak komit untuk bekerjasama dengan sponsor.. Udah dikasih pinjem equipment (malah ada yang dikasih gaji) tapi gak mau bantu promosiin produk mereka. Ada jersey dengan logo sponsor, malah gak dipake pas turni. Bantuin share post dari fanpage sponsor mereka pun kalau misalkan disuruh aja. Kadang juga males interaksi sama fans..

Sampai sini harusnya jelas kan?

Sudah mengerti kenapa gw selalu tekankan bahwa ini adalah industri entertainment? Karena pada akhirnya, tujuan dari permainan video game ini adalah untuk menghibur..

Kalau kamu enggak terhibur sama kehadiran sosok wanita di dunia Esports, ya pilihannya antara kamu usir mereka secara halus, atau kamu harus terima kenyataan bahwa inilah hidup.
Welcome to real life.


Untuk berharap kemampuan gamer wanita bisa setara dengan laki-laki.. rasanya bakal sama nasibnya kayak sepakbola. Entah karena faktor fisik atau gimana tapi butuh waktu dan komitmen yang lebih sulit bagi wanita buat punya skill setara dengan laki-laki. Belom lagi urusan real life yang lebih penting.

Sekarang gw tanya, lu demen gak sama cewe yang jarang mandi, doyan begadang tapi mainnya jago (karena rajin main sampai begadang)?

To be honest with you gw sebenernya juga pernah punya mantan yang onlinenya malem sampe pagi, yaa buat gw ga masalah si tapi ya udahlah ya udah putus juga lagian


Back to topic, jadi cowok gamer aja di sini udah susah setengah mampus.. Mesti komitmen buat latihan, belum harus ngorbanin antara real life / social life / sleep time / money demi tetap kompetitif. Terus lu mau mengharapkan cewek juga bisa kaya gitu?

Suka gak suka, terimalah kenyataan. Peran wanita di esports scene lokal udah lebih dari cukup. Mereka membawa imej positif tentang gaming yang sampai saat ini masih menjadi polemik di negeri ini. Secara gak langsung itu bakal mempengaruhi ekosistem esports kita untuk lebih baik dalam jangka panjang. Gak perlu dipertanyakan terlebih dahulu sih harusnya.

Harusnya tuh disyukuri. Syukur syukur ada yang nempel sama kamu terus bisa sampai nikah. Rejeki jangan ditolak..


Regards,
Read More

Cara cari duit sebagai gamer

Banyak orang salah kaprah mengartikan 'pro' dalam kata 'pro gamer' sebagai 'jago', 'dewa', atau 'hebat'.

Memang sebenarnya gak salah jika kita menganggapnya sebagai julukan. Mengatakan seseorang sebagai pro gamer karena ia sering menang turnamen, tampil di headline media sebagai juara hingga banyak lawan jenis yang mencari cara supaya dinotice oleh senpai, tidak sepenuhnya salah dan dilarang.

Hanya saja, perlu diluruskan bahwa pro gamer - atau lebih lengkapnya professional gamer - bahwasanya adalah istilah untuk gamer yang sudah menjalani dan menekuni dunia gaming sebagai profesi, yang dalam artian ia dibayar untuk bermain game - kompetitif atau casual.

Untuk mencari uang atau pendapatan sebagai gamer sebenarnya tidak hanya dari hadiah turnamen saja.

Gw gak bosen-bosennya ngingetin bahwa Esports adalah industri hiburan (entertainment), sama seperti Formula 1, Premier League, bahkan Esports sebenarnya layak disetarakan dengan industri film dan musik.

Apakah Tom Cruise, Keanu Reeves, atau Megan Fox dapat penghasilan cuman dari hasil penjualan tiket film mereka di bioskop? Gak juga kan.

Pada umumnya mereka akan mendapatkan kontrak dengan nominal tertentu untuk menjadi aktor / aktris dalam satu proyek film. Ini yang menjadi nilai jual mereka - jika film yang mereka bintangi sukses di pasaran, 'harga diri' mereka tentunya akan lebih tinggi dan layak untuk diberikan kontrak dengan upah yang lebih tinggi juga.

Anyway balik lagi ke Esports. Selain dari hadiah turnamen, pendapatan paling sustainable untuk seorang gamer sebenarnya adalah kontrak.

Kontrak ini, sebenarnya hanyalah bentuk kesepakatan antara individu (gamer) dengan pihak kedua (tim, organisasi, brand) yang dituang di atas kertas dan ditandatangani oleh kedua belah pihak. Tidak ada aturan baku mengenai sebuah kontrak - seperti layaknya pacaran, suka sama suka, kontrak pun dibuat berdasarkan persetujuan kedua belah pihak. Itulah kenapa ada tanda tangan sebagai bukti setuju.

Contoh:
Gw mau dikontrak sama Tim A. Mereka bakal ngasih gw gaji 20 juta per bulan (amin), gaming house, PC dan equip untuk latihan. Tapi mereka minta gw untuk latihan di gaming house ini 7 hari seminggu, 15 jam sehari. Lalu minimal 1 bulan gw mesti juara 1 turnamen dengan prizepool di atas 10 juta rupiah, dan semua hadiah turnamen akan diambil oleh tim.
Ada juga yang nawarin gw kontrak tanpa gaji ataupun minim fasilitas - tapi 100% uang hadiah buat pemain dan pemain bebas batalin kontrak sesuka hati. Gw juga boleh terima kontrak dari sumber lain asalkan bukan dari tim lain dan gak mengganggu kegiatan yang gw jalani.

Pilihan pertama atau kedua sebenarnya tidak ada yang salah. Selama lo setuju dengan apa yang lo pilih, it's all yours. Tentunya kontrak ini harus dijadikan bukti profesionalitas dan komitmen. Remember, if you are a pro gamer, you should act professional. Jalani kewajiban sesuai kontrak, baru boleh minta macem-macem.


Konon orang ini pernah ditawari kontrak senilai 1 juta USD dari tim lain, namun ia tolak. Image source: http://bit.ly/1V7YjyU


Eh, emangnya ada kontrak lain selain dari tim atau organisasi gaming?

Ada dong. Kalau lo bener-bener jago sampai sering menang turnamen dan lama-lama terkenal, banyak bro cara lo buat cari duit.

Contohnya, dikontrak sama distributor gaming gear. Misalkan lo bakal dikasih gaming gear gratis tiap lo bikin video review tentang gaming gear itu, atau dibayar 1 juta tiap kali lo update status atau bikin post / tweet yang promosiin keunggulan gaming gear mereka. 

Yep, that's really how it works. Kalau lo bisa begitu, maka status lo sudah menjadi buzzer / influencer. Nilai branding lo cukup tinggi sehingga lo diberikan kepercayaan sebagai media untuk promosi. Seperti aktor atau aktris yang terkenal lewat film / sinetron, lalu menjadi bintang iklan sosis. Ya, gitu.

Tentunya kalo lo mau gitu, lo mesti perkuat presence lo sebagai pro gamer. Sekarang jaman digital marketing, tools yang paling gampang dan paling efektif buat lo gunakan adalah media sosial. Facebook fanpage, akun Twitter, Instagram, bahkan ask.fm pun bisa di-utilize sebagai sarana advertising. Kalo lo terkenal, orang bakal pengen follow kegiatan lo, jadi biasakanlah untuk mulai post kegiatan lo melalui fanpage dan berinteraksilah dengan follower lo.

Ada juga yang nawarin lo kontrak buat streaming di platform mereka. Asal lo tau, di Cina itu kontrak streaming gamer di Douyu, Huomao atau Longzhu itu nilainya bisa milyaran rupiah. Wakakakakakak.. Dan faktanya ada beberapa pro gamer yang lebih milih streaming aja daripada capek-capek turni lagi. Udah dapet duit dari platform streamingnya, bisa dapet bonus dari iklan ataupun donasi viewer. Mantap ye.

Kalau di Indonesia ada Siaranku, Hallostar, Cliponyu yang cara kerjanya mirip. Jadi kembali lagi ke cara lo branding. Kalo lo jago tapi dekil, banyak bacot, negative mental attitude, ya orang bakal males endorse lo. Jaman sosmed gini harus pinter manfaatin toolsnya bro.

The most successful female gamer in Indonesia. source: http://bit.ly/1ScH1ej
-----

Kalo lo jago, tentu harusnya banyak dong orang yang pengen belajar dari lo. Nah, kalo lo orang yang seneng ngajarin orang, saatnya jadi guru les.

Banyak pro player yang menawarkan jasa coaching dengan tarif yang beragam. Ada yang tarifnya per jam, ada yang per pertemuan, ada yang sepaket full diajarin sampai khatam. Tentu ya balik lagi tergantung kesepakatan kedua belah pihak. (biasanya kalau cewek yang minta diajarin sih gak perlu bayar :p)

Cara ngajarinnya juga beda-beda.. Ada yang nyuruh kita main pub game terus dia komentarin langsung, ada juga yang bakal liat replay kita lalu komentarin replay itu. Mungkin ada juga yang ngasih tutorial berbentuk audio, video atau teks. Intinya adalah ketika lo menggunakan jasa coaching, lo bakal dapet pengetahuan dan peningkatan gameplay yang lebih dibandingkan ketika lo harus belajar sendiri.

Cari duit bisa lewat jalan depan, bisa juga lewat jalan belakang. Kalau ngebahas jalan belakangnya, sebenarnya banyak juga caranya.. Seperti jasa Elo / MMR boosting, joki turnamen, atau manipulasi skor untuk betting (intentional throw). Gw gak bakal bahas lebih jauh soal ini. Do it at your own risk. Resikonya jelas bisa kena ban account bahkan di-ban dari competitive scene untuk jangka waktu yang tidak tentu (dan bisa seumur hidup).

-----

To sum up, cara cari duit sebagai pro gamer:

hadiah turnamen
kontrak tim
endorsement & sponsorship (produk / jasa)
coaching / mentoring
cara ilegal


Banyak ya? Sebenarnya masih banyak lagi cara cari duit sebagai gamer, namun bukan dari sisi pelaku utama. Misalkan jadi shoutcaster, masuk sebagai wartawan di portal berita, jualan voucher game, jadi ge em, dll... Masih banyaaaaaaaaaak lagi. Cuman kalo gw jabarin semua gw udah boleh bikin skripsi sendiri sih. (gw tamatan SMA btw)

Intinya adalah sekarang jaman digital, banyak tools yang tersedia dengan GRATIS, tinggal gimana kita memanfaatkannya dengan efektif untuk mencari modal nikah.

Pertanyaan? Ke ask.fm gw atau ke fanpage gw (baru bikin nih) juga boleh.
Cheers.

Read More

DON'T BE A PRO GAMER - IT'S HARD. REALLY HARD.


Gw nulis post ini pake bahasa Inggris karena.. gw lagi kepengen aja. Buat yang gak ngerti, bisa coba Google Translate atau tunggu versi bahasa Indonesianya nanti.


---


If you are around 14 to 25 right now, and you are dreaming of becoming a professional gamer, you are born in the right era.

Few days ago I read Kotakgame's article that how timely it is to become what people would not imagine decades ago: making a career by playing games.

Yes, it's true. What a time to be alive, right?

The problem is, almost everybody wants to be a pro gamer.

That isn't a bad thing, though. I think almost every gamer had thought that if they are really, really good, they can make a living out of it. That kind of thought is the one that started the Esports industry.

But if you noticed enough, the best gamers are the ones that really beat themselves over and over again, the ones that sacrificed a part or even the most important thing of their life - such as family, social life, youth time, relationship, etc. The ones who never give up and willing to try unlimited times.

Luck plays a part as well. For instance if you are really, really good but you are in a team where the rest are not trying hard as you do, it would arguably be harder for people to notice your efforts. Or maybe you just can't have the chance to shine because of things like family restrictions, poor wealth condition, physical limitations and so on.

The combination of raw talent, discipline, dedication, networking and luck makes them on the top.


I want to break the path of a professional gamer down into stages:

Stage 1.
You like playing the game, and you feel you are really good at it. You keep playing and develop a deeper understanding of the game.
Stage 2.
You compare yourself with other people, count how much you win or lose against the others. If you collect more wins, you are relatively better than the majority of players.
Stage 3.
You compete with the ones like you, who are better than average. See if you can win against them. If you want to pass this stage you might have to win some local / mini tournaments.
Stage 4.
Some fellow gamers might notice you as one of the better players in the game, and you keep competing at higher levels. This include national-scale competitions worth millions of Rupiahs at stake.
Stage 5.
Proceeded to be one of Indonesia's best, now you are competing in international tournaments as a representative of your country. People in lower stages want to be like you.
Stage 6.
Regional's best. Getting recognition and appreciation from people outside your nation, or even the government and mass media. 
Stage 7.
World's best. The celebrity of Esports. Finally you can show to the world that you can live as a pro gamer. It's a dream come true.

Some people might be stuck at a particular stage.. Well that's life in a nutshell. Either you try harder, or calling it quits.

To be fair, that's just how the world works. People who are more successful in life is far far less than the rest of population. Success is relative, though. But the ones who can make it from the bottom to top is not as common as people walking on the street. Everything matters if you want to climb up your rep.


Here is one thought if you really want to be a pro gamer - pro, as in professional, making a living from playing games:

If you are aiming to be eventually paid, or endorsed by someone to play and compete in gaming, then it is not a privilege just because not everyone can earn it - it is a responsibility, a fruit of trust you have to grow and keep it away from rotting.

When people pay you, or endorse you with their brand because you're pretty good at gaming, they put trust in you.
They believe that their investment in you will be paid off later, based on your achievements and progress.

Do not ever think that if you are paid from playing games, you don't need to train anymore because you have achieved something.
Do think that if you are paid from playing games, you have to keep improving to prove that you are worth their investment.

If you want another insight, do read Bekti's journal about becoming a pro gamer. It's in Bahasa Indonesia so you don't need to Google Translate anymore (hooray).


So maybe after reading this, you will start to decide if you are brave enough to try competitive gaming or give up.
It's not a bad idea to just ignore everything I've written on this post and go YOLO - you miss 100% of the shots you don't take.

But remember this: if you want to gain something, you have to lose something.
It's just like a physics theory of energy - you cannot create nor destroy it, but you can change or transfer it into another form.

As time goes on, you will learn things - maybe that everything cannot go according to plan even if it has been prepared properly, or that you realized it's not as easy as you've thought - it's completely normal. 


"The master has failed more times than the beginner has ever tried." - Stephen McCranie


Or maybe you decide not to be a pro gamer, but you still want to involve and contribute in developing the industry. Well the fact is, we really need more people like you here.

The state of Esports industry in Indonesia is relatively getting better in the past 10 years, but the growth is kind of slow compared to other countries.
I suspect it is because we have little innovation as people just want to imitate rather than research.
It might be because there are less human resources that work on another aspects of Esports such as production, journalism, or other applicable talents.
It might be because the majority of gamers want to be appreciated as the champion in front of the camera, rather than contributing behind it.

And I'm afraid, it might be because people still do not want to take Esports very seriously.

Esports is not just a competition. It's an entertainment industry.


It's not just about people playing games for money and fame, it's how we pack it into something that gives value, insight and entertainment to all people watching and following it.

I might talk about Esports 'behind the scene' sometime in the future, but I will stop for now.

Thank you for reading. I hope it brings an additional value for you :)
Read More

Shoutcaster & Observer Camera Control: How-to



Inti dari shoutcasting adalah memberikan informasi kepada penonton tentang apa yang sedang terjadi, juga apa yang bisa atau akan terjadi dalam sebuah game. Informasi ini berbentuk audiovisual - audio dalam bentuk komentar, visual dengan mengontrol kamera.

Karena sebuah map di dalam Dota begitu luas, hanya sepotong dari bagian map saja yang dapat kita lihat saja dalam satu waktu. Disinilah tugas kedua sebuah shoutcaster untuk menggerakkan kamera mengikuti alur permainan dan juga menambahkan informasi-informasi lain yang akan sulit jika kita sebutkan satu persatu.

Beberapa tim studio profesional sudah menerapkan dedicated observer yang bisa diibaratkan sebagai 'kameramen', yang hanya berfokus pada pergerakan kamera dan informasi visual lainnya sehingga dapat meringankan tugas shoutcaster untuk memberikan komentar verbal saja. Beberapa nama yang sudah dikenal kalangan luas antara lain Weppas, PimpmuckL dan skrff (and shoutout to other dedicated obs because you are also great)

Namun saat ini kebanyakan para shoutcaster juga harus berfungsi sebagai observer. Di satu sisi sebenarnya double-task ini membuat seorang shoutcaster lebih leluasa mengarahkan kamera sesuai dengan kehendak dia, namun tentunya ini membutuhkan konsentrasi lebih.


--------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------


Sebelum kita lanjut, pasti ada yang akan bertanya "Sebenarnya observer yang bagus itu seperti apa sih?"

Beberapa poin yang bisa menjawab pertanyaan ini:

1. Observer tahu alur permainan yang sedang berjalan dan dapat memprediksi apa yang akan terjadi.

Contohnya: Ketika di Radiant safelane ada kombinasi hero seperti Gyrocopter & Rubick, maka bisa diharapkan mereka akan memanfaatkan kombo Telekinesis + Rocket Barrage untuk mendapatkan first blood. Bukan berarti kamera harus selalu ada di safelane tetapi kita bisa prediksikan kalau di area itu akan terjadi action di early game.

2. Observer dapat mengarahkan pergerakan kamera dengan halus dan menangkap aksi-aksi yang sedang terjadi dalam satu layar semaksimal mungkin.

Umumnya, semua aksi yang sedang terjadi harus ditempatkan di bagian tengah layar sehingga tidak membuat pandangan spectator teralihkan ke bagian layar yang lain. Untuk cara menggerakkan kameranya sendiri akan dijelaskan di bawah.

3. Observer dapat memberikan informasi tambahan yang melengkapi aksi yang sedang, akan atau telah terjadi.

Informasi ini contohnya: HP/MP dari hero yang sedang diincar, cooldown skill/item yang seharusnya keluar saat teamfight berlangsung, atau perubahan jumlah XP & gold setelah terjadi kill.


Contoh kontrol kamera yang baik bisa dilihat pada cuplikan di bawah ini.


Pada awal clip, observer sudah memprediksi bahwa LGD akan melakukan smoke gank (ada 2 hero dan kurir berkumpul di T2 mid). Setelah Storm dan Fissure ES masuk, observer mengecek HP Tusk (0:21), lalu mencoba mengecek status Shallow Grave di detik 0:29, kemudian di 0:33 mengecek status Blackhole Enigma, di 0:41 mengecek status Clockwerk yang mencoba dive ke PL (yang ternyata Hookshotnya sudah dipakai saat menabrak Tusk sebelumnya).
Setelah fight selesai, observer membuka Fight Recap dan menunjukkan hasil impact dari fight tersebut.



--------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------



Sekarang, untuk masing-masing poin di atas, gw bakal jelasin apa yang bisa kita tingkatkan sehingga kita dapat mencapai production value yang lebih tinggi.

1. Memaksimalkan game knowledge

Semakin kita mengerti tentang mechanics, strategi dan metagame di Dota, maka akan semakin mudah untuk kita menggerakkan kamera sesuai dengan situasi yang terjadi. Mengerti tentang bagaimana early game phase akan berlangsung sesuai dengan draft yang diambil kedua tim, bagaimana sebuah cooldown skill ultimate hero tertentu dapat mempengaruhi keputusan tim untuk bertindak, atau bagaimana item build dengan timing yang tidak pas akan mempengaruhi jalannya permainan di lategame.
Butuh waktu yang tidak sebentar untuk memahami ini, tetapi seiring pengalaman maka semestinya akan terasa semakin mudah.

2. Mengarahkan kamera dengan baik

Ada beberapa cara menggerakkan kamera dalam observer mode.

a. Menggunakan keyboard.
Biasanya menggunakan arrow keys, namun dapat diganti di menu setting. Dengan menggunakan keyboard untuk menggerakkan kamera, kita dapat lebih leluasa menggerakkan mouse untuk melakukan hal-hal lainnya seperti memeriksa status hero.

b. Mouse edge pan
Sama seperti pemain Dota pada umumnya, edge pan (menggeser kamera dengan menggerakkan kursor ke pojok layar) juga dapat digunakan untuk mengontrol kamera di observer mode.

Untuk poin a & b, atur terlebih dahulu Camera Deceleration dan Speed di menu settings - options ke slider paling kiri agar pergerakan kamera menjadi lebih mudah dikontrol.


c. Middle mouse pan
Teknik panning menggunakan mouse seperti edge pan, namun memakai middle mouse (tombol di scroll wheel) untuk menggerakkan kamera. Gunakan opsi smoothdrag untuk menghasilkan pergeseran kamera yang halus.


d. Assisted camera operator
Ini adalah teknik yang dipakai observer saat TI5 dan dapat dilihat pada video sebelumnya. Pergerakan kamera akan diatur secara semi-otomatis (seperti Directed camera dalam observer mode, namun dapat dikendalikan secara manual juga) sehingga memudahkan kita untuk fokus terhadap aksi yang terjadi.
Untuk mengaktifkannya, ikuti cara sebagai berikut:

  • Aktifkan console terlebih dahulu (jangan tanya gw cara nyalain console, ini bisa dicari di Google.) 
  • Buka menu console dan ketik:
bind "(XX)" dota_toggle_assisted_camera_operator
(XX) bisa diganti dengan tombol yang kamu inginkan. A-Z, 0-9, F1-F12, dan untuk tombol lainnya bisa dilihat di sini
Contoh: bind "F11" dota_toggle_assisted_camera_operator > enter

  • Saat observe mode tekan tombol yang kamu masukkan dalam command bind di atas. Sesuai contoh sebelumnya, tombol F11 akan mengaktifkan assisted camera operator.
  • Kontrol kamera akan dikendalikan secara otomatis. Untuk menggerakkannya secara manual, kamu bisa klik minimap atau menggunakan cara a (arrow keys) dan cara b (edge pan). (namun kamu tidak bisa menggunakan middle mouse)
  • Tekan (XX) kembali jika kamu ingin mematikan mode ini.
Ini adalah mode favorit gw. Ever. Kontrol kamera smooth, gak perlu pusing soal panning, tinggal main zoom in dan zoom out aja.

Ngomong-ngomong soal zoom, jangan lupa kalau kita bisa zoom out di observer mode menggunakan scroll wheel. Gunakanlah dengan bijak.

3. Menggunakan statistic tools yang tersedia

Statistik permainan seperti CS (creep score), item progress, XP dan gold (serta net worth) dapat ditampilkan secara real-time di layar. Umumnya, stat yang harus ditampilkan sepanjang game berlangsung adalah CS (ketika laning phase di early game), lalu networth saat memasuki mid-game sampai selesai.
Fight recap akan tersedia di bagian atas layar sesaat setelah terjadi kill.

Beberapa hotkey default yang bakal sangat berguna kalau dihapalin (jadi gak perlu klik kesana kemari):

Map FOW (fog of war)
Buat apa ini? Buat ngasih tau penonton vision range dari tim Radiant/Dire sehingga kita bisa tau seperti apa vision mereka dan apakah posisi hero lawan yang sedang smoke atau bersembunyi di balik pohon terlihat oleh mereka.
F1 - All vision
F2 - Radiant only
F3 - Dire only

Overall game stats
Buat apa ini? Buat ngasih tau progress item dari masing-masing pemain, dan melihat perbedaan gold dan xp antara kedua tim. Biasanya paling bagus dibuka setelah big clash/teamfight jadi kita tau seberapa besar impact war tersebut terhadap resource kedua tim.
F5 - Hero items
F6 - Gold graph (net worth)
F7 - XP graph

Player stats
W - Creep Score (last hit - deny)
Y - Net worth
I - Buyback status

Broadcaster menu
Broadcaster menu dapat diakses dengan tombol F10 (default). Disini kita dapat menulis apapun seperti statistik unik mengenai kedua tim, hero-hero yang diambil atau trivia/fun fact lainnya.



--------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------



Gw rasa segini udah cukup lengkap. Cobalah pelajari camera control dari replay-replay game oleh studio broadcast seperti JoinDOTA, Beyond The Summit, HighGroundTV dan sebagainya baik di Youtube maupun Dota TV.
Observer English stream saat TI5 kemarin pun sangat bagus dan cocok untuk dijadikan panduan. Remember, experience is key.

Questions? Ask here.
Read More

My personal review for 2014 & wishes for 2015.


Setelah satu tahun dengan berbagai suka-dukanya, kali ini gw akan coba untuk merangkum 2014 dalam konteks perkembangan industri competitive gaming ('e-sports') di Indonesia, khususnya Dota 2 (karena bidang yang gw kerjain di 2014 memang terfokus di Dota.)

Gw bisa bilang bahwa tahun ini adalah tahun terbaik sejauh ini untuk perkembangan Dota 2 di Indonesia. Walaupun untuk segi prestasi masih belum bisa menyamai 6 tahun lampau, akan tetapi momen ini adalah pondasi yang sangat kuat untuk tahun-tahun ke depannya. Mulai dari player, tournament organizer, broadcaster & media, audiens serta sponsor saling membantu satu sama lain untuk membangun pondasi ini.
 
Kemajuan ini juga tidak bisa dilepaskan dari peran Valve sebagai developer Dota 2 yang menyediakan fitur-fitur penunjang agar sistem e-sports dapat dijalankan dengan mudah. Sistem lobby dengan broadcast channel, Dota TV dengan ticketing yang bisa di-monetize, dan statistik in-game maupun viewership yang dapat diakses oleh publik, membuat Dota 2 menjadi salah satu video game yang memang sudah dipersiapkan untuk menjadi sebuah ekosistem - dimana semua aspek yang terlibat saling menunjang untuk satu visi yang sama, yaitu menjadikan game sebagai 'e-sports'.

Gw belum sempet kumpulin data, tapi gw yakin jumlah turnamen di tahun ini jauh lebih banyak dibanding turnamen di tahun lalu. Dari segi prizepool pun bervariasi, mulai dari yang hadiahnya rare/key sampai yang total prizepoolnya ratusan juta Rupiah. Menurut gw ini udah bagus sekali, karena dengan banyaknya turnamen dengan prizepool yang bervariasi maka secara tidak langsung tim-tim yang berkompetisi sudah terbagi ke dalam kategorinya masing-masing. Tim amatir di kompetisi amatir dan tim besar di kompetisi besar. Tidak perlu banlist seperti saat era DotA beberapa tahun yang lalu.

Baik turnamen yang kecil maupun yang besar, sudah mulai memperhitungkan sisi entertainment untuk membuat kompetisi yang mereka adakan lebih seru dan menarik untuk ditonton. Disinilah peran broadcaster. Dan di tahun ini banyak sekali caster yang bermunculan, semuanya punya ciri khas tersendiri. Mungkin tinggal soal jam terbang dan exposure. Gw berharap caster-caster yang baru bisa belajar buat lebih profesional dan serius kalo emang niatnya emang pengen bantu majuin industri competitive gaming nasional. Gw juga pengen di tahun depan ada lebih banyak pro player yang bantu ngecast juga, karena gw yakin player yang punya pengalaman kompetitif banyak bisa jelasin lebih detail dan tepat tentang permainan yang sedang berjalan.

Tapi menurut gw, caster aja masih kurang. Production value dari broadcast channel terkenal seperti BTS, JoinDota, mereka punya dedicated observer/cameraman sehingga caster-casternya gak perlu pusing ngatur stream dan panning camera sehingga bisa lebih fokus. Serta tim statistik yang bisa catet progress player serta tim dalam berbagai turnamen yang mereka ikuti. Ini yang ingin gw coba terapkan tahun depan. Gw sekarang pengen buat post-match analysis final MGS Season 2, tapi entah kenapa gw masih setengah males buat mulai (need moodbooster.)

Statistik itu penting. Kita bisa bandingin performance kita dengan orang lain. Kita bisa tau apa yang orang lain lebih unggul dari kita, sehingga kita bisa pelajari untuk memperbaiki diri. Kita juga bisa mencatat progress kita dari waktu ke waktu, apakah sudah cukup baik, stagnan atau naik-turun. Untuk itulah gw pengen ngisi bidang ini karena gw pengen coba ningkatin production value supaya bikin viewer lebih tertarik buat terus ngikutin e-sports Indonesia.

Gw berharap di tahun 2015 nanti Indonesia bisa host turnamen Dota 2 multinasional seperti WCG Asian 2011 yang lalu. Selain bisa melihat dan mempelajari tim-tim profesional luar bermain secara langsung, dengan playerbase Indonesia saat ini yang bisa dibilang terbesar di Asia (selain Filipina & Tiongkok) maka turnamen multinasional di Indonesia akan sangat besar dari segi audiens. Mungkin cukup datengin tim-tim negeri tetangga seperti Invasion, FD atau Mineski juga udah cukup menurut gw.

Selanjutnya, 2014 dari segi playerbase juga mengalami peningkatan. Gw sih awalnya gak nyangka kalo di MGS kemarin bisa ada 350+ tim yang daftar (sekitar 1750 orang). Walaupun secara skill yang mendominasi masih tim itu-itu aja. Gw juga sadar kalo secara skill rata-rata, Indonesia masih jauh dibanding negara lain. Lah orang yang biasa posting (pamer) screenshot di grup FB MMRnya rata-rata 2000an. Udah gitu bangga lagi.

Tapi apa mau dikata. Dengan minimnya penghasilan yang bisa lo dapet dari main Dota saat ini (atau dalam artian yang bisa bikin Dota jadi sumber pendapatan rutin itu cuma sedikit), itu membuat kebanyakan orang belum mau komitmen 100% untuk mempelajari dan mendalami Dota. Yang daftar MGS pun, mungkin sebagian cuma ingin iseng-iseng ikutan turnamen gratis aja. Dan setelah kalah bubar atau cari tim baru.

My respect buat tim-tim yang sudah mencoba berdedikasi dengan komitmen pada roster/organisasi walaupun secara prestasi masih belum dapat menembus tingkat internasional seperti Mahameru, SemiDevil, RevivaL dan tim-tim lainnya yang selama setahun ini mengikuti turnamen walau tanpa atau minim sponsor. Industri gaming di sini memang masih sulit untuk diakui sebagai industri yang legitimate, tapi saat ini lebih baik dibanding kemarin-kemarin dan tahun depan mestinya lebih baik dari tahun ini.

Gw juga berharap dengan banyaknya playerbase Indonesia maka akan ada lebih banyak individu yang punya dedikasi lebih buat bikin ekosistem e-sports Indonesia semakin kuat. Entah sebagai pro player, broadcaster, jurnalis, panitia turnamen, investor, atau bahkan fans. Gw percaya, apapun yang kita lakukan sepenuh hati pasti hasilnya akan lebih baik pada akhirnya. Walaupun untuk menginvestasikan waktu, tenaga, materi dan pikiran kita untuk sesuatu yang masih belum jelas masa depannya itu sangat sangat butuh perjuangan.

Sepakbola awalnya dari permainan biasa, lalu semakin banyak orang memainkannya lalu muncullah kompetisi, dan seiring waktu kompetisi tingkat tertinggi dikemas sedemikian rupa menjadi sebuah hiburan untuk penikmat dan pecinta sepakbola. Ini juga akan berlaku untuk e-sports secara umum - dari permainan, kompetisi, menjadi sebuah showbiz. Hanya saja saat ini masih perlu kerja keras untuk mewujudkan itu.

Tahun depan gw harap competitive scene lokal semakin solid, gak perlu muluk-muluk ke TI, Starladder, Dreamhack dsb. dulu. Cukup perkuat scene lokal dengan membuat event-event yang menarik baik untuk player maupun audiens, sehingga kita bisa saling menghargai apa yang kita lakukan masing-masing - player mencari nafkah & prestasi, investor mencari branding, broadcaster menghibur audiens, media menyampaikan informasi, dsb.

Dengan begitu kita bisa mengerti bahwa apapun peran kita dalam industri ini, kita pun dalam hati punya satu visi yang sama: "To grow the gaming industry".


Happy New Year 2015!



tl;dr
- this year is better than ever
- we need to work harder for the next year
- sustain local scene in the first place!
Read More

Life indeed isn't fair

Yesterday, a fellow dota personality, an extraordinary energetic friend (whom I won't reveal his name) reached me at IGS and invited me to a casual conversation.

We had a quite long talk about what is happening since he was absent from the scene for a moment (also a few friendly banter). About stuffs.. But one thing interesting is when he asked about my story, and how I managed to be at where I am right now.

So I shared quite a lot about it. How and why I quit my study to pursue a gaming career, and my risky life-changing decisions. For sure I want to know why he wanted to know more about it but since he's super talkative he started to share his story before I even asked for.

At the moment he is in a complicated situation.. Quite the same thing people will experience in their teenage going into adult life. But there is a difference.. and I think it's a harder situation than mine.

I cannot give so much advice. I'm not a doctor, I'm also a troubled person. You know I told him to 'follow your heart', and stuffs like that.. but I know people will have different experiences despite other's golden advice. And some won't work for others.. I believe people will need to take a lesson from their own mistakes. And that's what makes life a life.

I forgot to tell him one thing..

Life isn't fair.

Some are born with a better condition, and some are not. Better looks, wealth, family status, you name it.

Me, too, I think I started life with some perks others didn't have. But then I started realizing that I don't have what others have as well.. Or there is someone who has more.. That makes me suffer a form of depression.

Well yeah I still believe life isn't fair. So I just live with whatever I have right now..

He's a great person, a few who is willing to give more than receive. I must admit his passion for dota is incredibly awesome and I feel sad to hear his current situation.

I hope he will find out what's best for his life. God speed.

Read More

6 bulan sudah

..sejak pertama kali gw ditawarin buat bikin DTVI.

November 2013 setelah Jakarta Game Show.. Awalnya gw ga yakin karena sebenernya background Dota gw gak begitu lama, gw main cuma casual aja dan buat soal competitive gw cuma sekedar mengamati aja. Gw tau XcN, gw tau Joenet, nxl>, tapi gw ga pernah sedikitpun berpikir bakal jadi seorang shoutcaster. Apalagi gw antisosial, autis. Mana bisa ngomong.

Ada 1 hal yang lucu - kalo misalkan si Yudi gak ngajakin gw bikin DTVI, gw seharusnya udah ikut audisi Indonesian Idol. Entah lolos apa gagal.. tapi gw malah lebih yakin lolos audisi Idol dibanding jadi caster Dota. (hahaha)


Awal pertama gw ngecast sebenernya ya pas final IESL di JCC itu. Dan silakan liat sendiri komentar-komentarnya. Jangankan mikir gimana caranya improve - gw pun ngerasa udah cukup buat jadi caster sekali aja, waktu itu.

Tapi Yudi, ko Joe.. Gw lihat mereka berdua punya semangat & passion yang tinggi. Shoutcast itu bukan sekedar jadi komentator, tapi sekaligus menjadi jembatan antara pro player dengan audiens. Menjelaskan alur pertandingan sekaligus menghibur penonton.. sebuah tanggung jawab yang tinggi. Dota 2 adalah game yang bakal menjadi kompetisi esports terbesar sedunia, dan gamers Indonesia sudah kenal Dota dari 10 tahun yang lalu. Mustahil kalau gamers Indonesia gak suka Dota 2.

Kebetulan, tim RRQ yang menjadi juara IESL diberangkatkan ke ACG 2013. Bisa dibilang, DTVI bisa sebesar sekarang karena RRQ. Kami bener-bener punya timing yang pas. Sangat beruntung. Ko Joe pun sudah punya link dengan tournament organizer SEA, jadi kami pun langsung punya akses untuk ngecast turnamen berskala internasional yang diikuti RRQ pertama kali (GIGABYTE Premier League).

So yeah. We gotta start.. ga peduli gimana keadaannya. Kami gak punya modal gede buat langsung bikin studio broadcast dengan fasilitas yang komplit, jadi.. kami start dengan laptop gw yang sudah lumayan usang, dan untuk koneksi internet kami nebeng di warnet 3Cs, Bintara Bekasi. (sampe sekarang.) Berhubung gw ada background design (branding & UI), gw coba bikin logo DTVI dan overlay buat stream.

Sebenernya gw juga kurang puas sih sama logonya, tapi ya udah lah ya. Yang penting jadi dulu.

Waktu itu turnamennya hampir setiap hari diadain, dan kita lagi coba cast semua match yang ada. Jadi hampir tiap hari gw nginep di 3Cs bareng laptop gw, makan seadanya (karena waktu itu gw udah cabut dari perusahaan gw buat coba fokus full-time di DTVI), tanpa income dan mikir gimana caranya cari duit dari sini.

Yang penting jalanin dulu. Yang namanya niat kalo ga dibarengi usaha jadinya bullshit.


Dan tentunya karena kami masih newbie buat soal shoutcast, gak sedikit kritik & makian berdatangan.. Mulai dari yang konstruktif sampai yang destruktif. Kesel pasti iya tapi karena gw memang ga punya modal apa-apa jadi ya gw sambil ngebiasain dulu. Tentu gw harus sabar sabar dan terus sabar, sambil nyari formula yang bagus buat bikin viewer seneng nonton stream kami.

1-2 bulan, mulai kerasa sih.. Karena gw ngga punya monthly salary lagi, gw sampe jual Osky & Trapjaw gw buat makan (untung waktu itu harganya masi mahal). Sambil terus cast, bikin overlay, update info di FB & Twitter, upload replay, tiap hari.. Perlahan-lahan mulai ada improvement, walaupun masih banyak minusnya. Satu persatu mulai ada viewer setia yang tiap cast selalu nonton di Twitch.


Tapi syukurnya Ko Joe punya relasi lagi yang waktu itu mau bikin turnamen di Jakarta, dan kami diminta jadi organizernya. Berhubung gw punya pengalaman lagi sebagai organizer (di Digitalife), jadi udah ga kaku lagi soal rundown dan preparasi turnamennya. Dan itu pertama kalinya DTVI dapet income. Seneng banget kayanya waktu itu hahaha..

Gw pun sekaligus coba kenalan sama pro player Indo satu persatu, dimana gw dulu hanya bisa mengamati kiprah mereka dari jauh (sebagai wartawan) sekarang gw lebih dekat sama mereka. Kami pengen mereka jadi role model & idol buat audiens lokal, supaya competitive scene lebih rame serta menginspirasi viewer untuk 'go with your passion'.
Untuk soal ini, hmmm kayanya dari gw pribadi ngerasa program ini ga begitu sesuai harapan, tapi gw yakin untuk setahun kedepan bakal ada peningkatan. Dan yang gw lihat sekarang viewer udah mulai ngedukung tim-tim besar Indonesia buat event internasional. Lalu tim-tim baru namun potensial buat menjadi penerus mereka. Ini udah bagus banget.

Gw adalah orang yang perfeksionis, gw pengen semuanya berjalan dengan baik dan untuk itu gw berusaha nyiapin semuanya tanpa ada miss sedikitpun. Tapi namanya manusia ya pasti ada salah dan lupa, dan ketika kesalahan itu terjadi gw bisa emosi dan nyalahin diri gw sendiri.. Nothing & no one to blame, just myself.

Ketika gw dibilang cupu, gw emosi. Tapi gw balik lagi, kenapa gw dibilang cupu. Apakah gw bisa menghilangkan hal-hal yang membuat gw dibilang cupu itukah, itulah PR gw. Cuman gw memang orangnya impatient.. Kadang ketika pikiran gw butuh istirahat, gw masih harus terbebani dengan tuntutan hidup & profesionalisme. Dan overthinking ini yang kayaknya bikin badan gw kurus mulu.

DTVI mulai gede, viewer makin banyak, dan karena makin banyak inilah tantangan dan cobaannya makin gede. Waktu itu gw masi dibantu oleh finance orangtua gw, tapi tetep yang namanya laki-laki berumur setengah abad gak boleh lah ngandelin ortu terus. Gw ditawarin kerja di Qeon dan akhirnya gw terima, walaupun gw tau gw bakal lebih cape lagi.. Tapi mau gimana? Namanya cari duit ya pasti capek.

Jadi sebulan terakhir gw siang kerja kantoran, dan malem ngurus DTVI. Sabtu-Minggu pun karena cukup banyak turnamen yang diadain gw ngga punya cukup waktu istirahat. Replay mulai keteteran, kadang tiap pulang kerja gw langsung cabut ke 3Cs sambil bawa laptop + HS + keyboard (6 kg di punggung gw) buat cast abis itu pulang dan tidur. Yudi juga masih kuliah, Oddie juga, Ko Joe kerja. Semuanya punya kesibukan masing-masing, gw juga gak mau terlalu ngerepotin mereka.

Sebenernya ini kesempatan yang bagus buat nempa stamina gw, tapi gw tetaplah orang yang perfeksionis dan emosional.. ketika chat Twitch & Dota TV kembali menilai kemampuan gw yang gak menghibur, gw gak bisa berbuat apa-apa karena memang itulah yang bisa gw lakukan saat itu. Dan balik lagi.. gw emang ga pernah berniat jadi caster sejak awal.

Gw udah mulai ga fokus antara kerja dan cast, gw sering telat masuk kantor sebulan ini dan udah dapet teguran juga dari atasan. Gw masih harus hidupin DTVI, tapi di waktu yang sama gw juga mesti ngorbanin salah satu.

Jadi ya udahlah.. karena hampir setiap gw cast bawaannya capek + emosi + sakit kepala terus, what good does it do for me? Walaupun banyak yang dukung gw tapi apakah ada yang bisa kasih solusi buat 3 masalah utama gw tersebut? Cuma gw doang kan yang bisa karena hanya gw yang paling ngerti diri gw sendiri.

So I quit. For good.

Gw masih tetep bantu DTVI dalam bentuk materi dan support behind the scene, hanya kalo jadi caster sih ngga deh ya. Hehehe. Gw ga mau brainchild gw dan temen-temen gw mati.

Gw yakin setelah TI4 banyak turnamen lokal yang ngasih hadiah gede, bakal banyak sponsor buat tim-tim lokal supaya mereka bisa survive dan fokus full-time Dota, bakal banyak caster & personality Dota yang menghibur dengan ciri khas masing-masing. Dota bakal jadi sesuatu yang ngebanggain. Karena yang bikin Dota gede adalah kita semua, komunitas Dota.

Sorry for the long rant and thank you for reading (if you really are). Gw bukan siapa-siapa dan gw bukan orang yang mesti dibela. Gw lemah, gw cuma manusia biasa.

This is the beginning of my journey. B L O G B O Y S fluff thread ends here.
Read More
Powered by Blogger.